SELAMAT DATANG SOBAT

Jumat, 22 Oktober 2010

Penundaan PLTU Rembang rugikan negara


Electricity

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menilai keterlambatan pembangunan PLTU Rembang berpotensi menimbulkan kerugian hingga ratusan miliar.       

Direktur Utama PLN Dahlan Iskan mengaku kecewa dengan kinerja kontraktor PLTU Rembang unit 2 yang mengakibatkan keterlambatan operasional pembangkit.  Padahal, realisasi PLTU Rembang itu akan menghasilkan penghematan signifikan.  

"Keterlibatan itu karena alat untuk unit 2 masih dipakai di unit 1 sehingga harus beli dan itu prosesnya lama.  Solusinya, kita (PLN) akan beli alat itu,  tetapi dia (kontraktor) harus setuju.  Jika tidak setuju dengan cara ini,  kita persilakan pulang," ujarnya tanpa memerinci alat-alat yang dimaksud.    

PLTU Rembang ini memiliki kontrak US$ 338,8 juta dan Rp 2,47 triliun yang ditandatangani pada 21 Maret 2007 bersama dengan konsorsium perusahaan asal Malaysia,  yaitu Zelan dan Tronoh yang bermitra dengan PT Priamanaya.    

Pembangkit ini termasuk ke dalam proyek percepatan pembangkit berbahan bakar batu bara 10.000 megawatt.  PLTU Rembang 2x315 megawatt berlokasi di Kecamatan Sluke, sekitar 20 kilometer Timur Kota Rembang.  

Semestinya, ujar Dahlan, unit 1 PLTU yang telah mengalami beberapa kali penundaaan ini selesai pada pekan lalu.  Akan tetapi, jadwal operasional untuk menghasilkan listrik kembali ditunda 9 September 2010 dengan perkiraan waktu serah terima pada November.  Adapun untuk mesin pembangkit unit 1 tengah dilakukan commissioning (uji coba).  

Menurut penuturan kontraktor asal Malaysia, jelasnya, penyelesaian unit 2 dijadwalkan selesai dalam 5 bulan setelah pengerjaan unit pertama.  "Wah saya nggak mau terima (jadwal penyelesaian unit 2) itu. Terlalu lama."  

Untuk mempercepat penyelesaian, lanjut Dahlan, PLN memutuskan mengambil alih pembelian alat yang menjadi kendala operasional unit 2,  melalui PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB),  termasuk instalasi.  "Saya minta mereka (PJB) juga menambah jumlah prsonil.  Untuk biaya akan dikurangi pada nilai proyek," tuturnya.   

Keterlambatan PLTU Rembang ini akan menimbulkan biaya yang lebih besar karena sedianya pembangkit ini dapat menggantikan PLTU Tambak Lorok berkapasitas 1.000 MW yang mengonsumsi BBM.  Namun sejak 2005, Indonesia Power selaku pemilik pembangkit itu secara bertahap akan mengonversi bahan bakar yang digunakan dari minyak ke gas.  

"Tambak Lorok yang memakai BBM itu dipadamkan kalau saat beban puncak. Potensi kerugian tinggal dihitung saja.  Ratusan miliar, mungkin bisa hingga triliun."        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar