Alur pelayaran mempunyai fungsi untuk
memberi jalan kepada kapal untukmemasuki wilayah pelabuhan dengan aman
dan mudah dalam memasuki kolam pelabuhan. Fungsi lain dari alur
pelayaran adalah untuk menghilangkan
kesulitan yang akan timbul karena gerakan kapal ke arah atas (minimum ships maneuver activity) dan gangguan alam, maka perlu bagi perencana untuk memperhatikan seperti alur pelayaran (ship channel) dan mulut pelabuhan (port entrance).
Alur pelayaran harus memperhatikan besar kapal yang akan dilayani
(panjang, lebar, berat, dan kecepatan kapal), jumlah jalur lalu lintas,
bentuk lengkung alur, yang berkaitan dengan besar jari-jari alur
tersebut.
Dalam pengembangan suatu pelabuhan, aspek nautis (nautical aspec)
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pergerakan kapal pada alur
dan kolam pelabuhan, demikian juga dengan operasi penyandaran kapal pada
dermaga. Pemilihan lokasi untuk pengembangan harus berdasarkan pada
lokasi yang aman dan ekonomis untuk pelabuhan dengan perairan, dalam
pemasalahan yang timbul. Karakteristik maneuver kapal, ukuran
besar dan kecilnya yang berbeda baik pada alur maupun pada kolam
pelabuhan. Pengembangan transportasi laut harus mengikuti perubahan
teknologi dan transport demand, jika pelabuhan fasilitasnya tidak mengikuti perkembangan
teknologi dimaksud, maka akan terjadi
kongesti, keterlambatan, dan kecelakaan yang bisa berdampak kepada
ekonomi nasional dan regional.
Penataan pelabuhan untuk memenuhi
kebutuhan yang baru sering mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu
lama serta biaya tinggi. Oleh karena itu, untuk pengembangan pelabuhan
baru, evaluasi terhadap ukuran, tipe, dan jumlah kapal yang akan
menggunakan pelabuhan tersebut dan apakah kapal datang untuk
membongkar/memuat perlu untuk dilakukan.
Karena perbedaan antara forecast (perkiraan)
dan realisasi sering terjadi, maka penyediaan alur dan kolam perlu
dilakukan untuk mengantisipasi kehadiran kapal-kapal yang besar. Suatu
penelitian tentang karakteristik alur perlu dievaluasi terhadap
pergerakan trafik yang ada, pengaruh cuaca, operasi dari kapal nelayan,
dan karakteristik alur tersebut.
Transisi dari kecepatan kapal berlayar di laut dan pada saat penyandaran di dermaga secara umum dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
- Tahap I, persiapan untuk pemindahan pergerakan.
- Tahap II, pengurangan kecepatan pada alur dan pergerakan berhenti.
- Tahap III, approuching dan penyandaran di dermaga.
Tahapan ini sama untuk kapal yang
akan meninggalkan pelabuhan, dimana kegiatan dilakukan sebaliknya.
Bentuk dari tahapan dapat dilihat dari kecepatan maksimum dan minimum
kapal tanpa melanggar kriteria keamanan.
Sebagai contoh, kecepatan
maksimum/minimum kapal pada saat memasuki alur sehingga kapal dapat
berhenti pada saat memasuki areal pelabuhan tanpa terjadi kecelakaan. Faktor
kecepatan ini akan berpengaruh pada dimensi vertikal/horizontal dari
alur kolam. Kapal dengan ukuran besar memerlukan area yang lebih besar
dibandingkan kapal yang ukuran kecil.
Bantuan tug boat (kapal tunda) diperlukan pada kecepatan rendah. Biasanya perangkat tug boat yang
diperlukan lebih besar pada saat kecepatan kapal makin kecil.
Kemungkinan kegagalan muncul ketika dilakukan kontrol gerakan kapal
melalui putaran mesin. Kesulitan mengontrol kecepatan kapal lebih sering
terjadi di lautan bebas karena perubahan kecepatan kapal. Kemungkinan
terjadi kecelakaan perlu diminimumkan terutama apabila kapal memuat
barang berbahaya. Kemungkinan kapal menyimpang dari alur dapat
disebabkan oleh faktor-faktor:
- Human error.
- Cuaca.
- Kondisi kapal.
Oleh karena itu, perencanaan penelitian
terhadap reaksi kapal terhadap kondisi perairan pada saat berlayar di
alur sangat penting untuk menjamin keselamatan kapal dari dan ke
pelabuhan. Tersedianya informasi bagi navigator kapal seperti posisi
kapal di alur, data kondisi lingkungan (seperti kecepatan angin, jarak
pandang, gelombang, arus dan pasut) merupakan hal penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar